Timur Lenk menghadiahi Nasruddin seekor keledai. Nasruddin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata,

“Engkau adalah guru yang terkenal dan tentunya kau dapat mengajari keledai ini membaca. Kalau kau sanggup melakukannya, aku akan memberimu hadiah yang besar. Tetapi kalau sampai gagal, aku akan menghukummu” kata Timur Lenk

“Itu permintaan yang sulit Yang Mulia. Tetapi baiklah, aku akan mengajarinya membaca. Beri aku waktu tiga bulan ditambah biaya yang cukup,” kata Nasruddin.

Timur Lenk memenuhi permintaan Nasruddin dan tiga bulan kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasruddin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.

Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasruddin.

“Demikianlah,” kata Nasruddin, “Keledaiku sudah bisa membaca.”

Timur Lenk mulai menginterogasi, “Bagaimana caramu mengajari dia membaca?”

Nasruddin berkisah, “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman buku  untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar.”

“Tapi,” tukas Timur Lenk tidak puas, “Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?”

Nasruddin menjawab, “Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan ?”

Timur Lenk merasa senang pada Nasruddin, lalu memberinya hadiah yang cukup banyak.

Tinggalkan komentar